Kegersangan jiwaku yang selama ini seperti padang pasir penuh hembusan gelombang panas matahari dan membuat hati ini dehidrasi yang terkadang juga membuat percikan percikan api yang membara di dalam jiwa, gejolaknya kadang tak terduga. Kadang aku merasa jiwa ini tak berharga sama sekali. Bahkan aku berfikir, aku bukanlah manusia yang beradab, karena ketulusan hati ini patut untuk dipertanyakan.

Aku, perempuan yang baru beranjak dewasa, perempuan yang mempunyai dua jiwa dalam satu raga, perempuan yang tak punya muka, hanya saja aku tetap terlihat anggun karena ribuan topengku...
Suatu ketika di hari yang amat terik, matahari siap menggosongkan apa saja yang ada dibawahnya, aku melihat seorang pengamen perempuan menangis, ia menangis dengan penuh kesenduan, tapi aku tak dapat berbuat apa apa, aku hanya melihat ia dari mobilku yang terhenti di lampu merah simpang enam, lalu datanglah dua orang anak kecil, yang satu berumur sekitar 7 tahun dengan menggendong seorang bayi menghampiri perempuan pengamen tersebut, lalu dengan gerakan tak terduga, perempuan itu mengambil bayi itu dengan sigapnya dan memukul anak 7 tahun itu dengan wajah penuh kekesalan, anak itu pun terpental  karena pukulan sang ibunda, dengan gerakan perlahan anak itu bangun, ia meringis sembari memegang kepalanya yang sakit. Lalu ibu itu menunjukan jari telunjuknya yang kering, menyuruh anak itu untuk pergi, dan anak itu berlalu dengan berlari sembari menangis.

Dalam hatiku Eh, sialan sekali itu ibu, apa coba salah anak itu, langsung main pukul saja, jahat sekali, itu anaknya udah baik-baik  mengantarkan bayinya, dipukul begitu saja. Aku tak dapat membaca apa sih yang ada di pikiran ibu itu!

Aku tak mengerti apa yang terjadi sebenarnya. Lalu kulihat arah anak itu berlari, kau tahu kawan, kemana dia berlari? Ya,, ia berlari ke arah lampu merah dan tangan tangan kecilnya menengadah ke jalanan tepatnya ke jendela jendela tertutup angkuh dari mobil-mobil mewah sambil ia mendengungkan sebuah lagu, ia bernyanyi, sering kali ia cegukan ketika bernyanyi, sumbang lagu disana sini dan batuk batuk kecil menyela harmonisasi lagunya tak ia hiraukan, asalkan ia dapat uang untuk diberikan pada ibunya.

“Astagfirullah” satu kata yang terlontar refleks dari mulutku. Eh, anak itu minta minta, mau jadi apa  dia nanti kalau sudah besar? Parah, bagimana mau naik tangga kalu dibiarkan tetap di bawah tangga! Harusnya anak itu dirumah, kalo ndak disekolahkan, toh biaya SD negeri kan gratis, katanya sudah ada BOS. Kan kasihan masih kecil otaknya harus teracuni deskripsi hidup yang salah, meminta-minta itu bukan pekerjaan. Kalau anak itu disusupi kehidupan seperti begitu terus bagimana dia dapat berkembang. Jika anaknya disekolahkan, ibu itu bakal punya bekal anak yang mempunyai ilmu. Dan anak yang mempunyai ilmu akan membantu dimasa depan. Bukan hanya untuk kehidupan anak kecil itu tapi juga kehidupan keluarganya.

Aku mencoba membaca apa yang terjadi, lalu kembali kulihat perempuan peminta minta itu... tangannya mengepal keras, seperti penyesalan yang amat. ia melihat dengan cemas kearah anak 7 tahun itu, dan dari matanya juga, dan tentu wajahnya aku melihat rasa bersalah yang amat membebaninya.

Ahhh... tersadar akhirnya aku,,, ibu ini membuat anak itu menangis terisak, agar para pengendara iba padanya dan memberi anak itu recehan yang dapat menyambung hidup mereka. Ia kemungkinan besar akan mendapatkan anak 7 tahun itu benci padanya, karena anak itu tak mengerti akan maksudnya,,, tapi ia lakukan untuk menghidupi anak 7 tahun itu dan bayinya... mungkin jika ia hanya sendiri, ia akan melakukannya sendiri. Aku tidak mengerti apa yang ada di pikiran ibu itu.

Kemana suaminya? Sampai sampai ia harus berprofesi sebagai peminta minta, anak bayinya harus di jemur di bawah teriknya matahari metropolitan dan harus menghirup asap dari knalpot mobil dan motor juga corong corong besar yang mencangkram langit milik perusahaan perusahaan, yang jika sudah membumbungkan asapnya langit menjadi hitam kelam. Itu yang sedari tadi mengganggu pikiranku.  bodoh sekali ibu itu, tinggal dia katakan baik baik pada anaknya yang 7 tahun itu “nak, menangislah didepan orang orang itu, supaya dapat uang untuk makan kita”. Mudah bukan? Mungkin ia tak berfkir ketika ia membentak dan memukul anaknya dan dipukul, apakah anak itu sakit hati atau tidak, bisa menerima atau tidak. Kenapa harus dipukul ...

Perempuan itu tiba tiba meneteskan air mata kembali, dan memeluk bayinya dengan erat,,, wajah amarahnya yang tadi ia perlihatkan kepada anak 7 tahun itu pun berubah menjadi garis wajah seorang ibu yang rela mati demi anaknya, apapun akan dia lakukan asalkan anak-anaknya bisa hidup, terus hidup dan memperjuangkan kehidupannya, mungkin itu alasan satu satunya ia mau meminta-minta. Aku sempat berfikir apakah ketika anak dan bayi itu makan, ibu itu makan juga? Apakah ketika anak itu dan bayi itu sakit, mereka berobat ke dokter untuk kesembuhan mereka? Tapi, bagaimana dengan biaya yang harus mereka tanggung? Untuk makan saja susah apalagi untuk berobat! Demi Tuhan, aku tak sanggup untuk mengimajinasikannya

Lalu perempuan itu bangkit, dan menghampiri aku,,, ia pun menengadahkan  tangannya, lalu berkata kira-kira seperti ini

“mbak, minta sedikit rejekinya mbak, untuk anak makan”.                                            

Tertegun aku mendengarnya, rasanya aku ingin memeluk erat tubuh perempuan pengamen itu, tapi itu tak ku lakukan, hati kecilku memang ingin memeluknya, berbagi beban yang ia pikul, tapi sisi lain hatiku tidak ingin aku melakukannya, jijik, jorok, bau, kumal dan pasti jika aku melakukannya aku akan kotor. Ya akhirnya yang ku lakukan hanya menyodorkan uang padanya, karena itu yang dia butuhkan, lalu dengan tak sadar dan entah kenapa tiba tiba mulut ini berucap dengan kontrol yang tak terkendali,

“mbak, mbaknya harus kerja buat anaknya, bukannya mengamen bukannya meminta minta, dan memberi contoh anaknya untuk mengamen atau meminta minta”

Aku pun terdiam dan terkejut sendiri, tapi aku langsung ubah wajahku yang mungkin terlihat menyeramkan saat terdiam tadi dengan sedikit senyuman. Lalu wanita itu pun berjalan lagi tanpa sepatah kata meninggalkan aku lalu menuju kendaraan-kendaraan lain yang yang sedang berhenti.

Ya, kadang kita harus bisa sembunyikan luka yang kita rasa, bahkan membuat wajah ini keras dalam keadaan yang tidak pernah diinginkan. Ibu itu, harus berpura pura kasar pada anaknya, agar dia tidak manja, agar dia belajar sulitnya kehidupan dikota metropolis ini. padahal sesungguhnya , perempuan peminta minta itu amat tak ingin anaknya meneruskan kesengsaraannya. Dan yang aku tahu, dia mungkin tak punya keahlian apa apa yang dapat menyambung kehidupannya, keahliannya mungkin ya itu, menjadi pengamen dan peminta minta, pertanyaan kembali mencuat dipikiranku, apakah kelakuan ibu ini adalah “copy” dari kehidupan masa lalunya? Yang artinya ia ada di posisi si anak 7 tahun itu.

Dan ku condongkan wajahku untuk melihat bocah kecil tadi, anak itu, masih dengan wajahnya yang sendu karena bekas sakit pukulan dan guratan luka hatinya ia masih berjuang, dengan sedikit senyum keterpaksaan untuk mendapatkan rantai kehidupannya untuk menyambung kehidupannya, esok dan esok harinya.

Anak itu pun menyebrang pada jalan yang sedang traffic lightnya sedang hijau .. CIIIIIIIIIIIIIIIITTTTTTTTTTTT .... Bruuuuuukkkkkkkk......

Suara itu... datang dari arah anak itu menyebrang... aku terdiam... lalu tiba tiba beberapa orang keluar dari kendaraan,,,

Astagfirullah... anak itu tertabrak ...

Aku pun keluar dari mobil untuk melihat kejadian itu, anak itu terlentang diam di bawah mobil, rangkaian alat musik dari tutup botolnya terlempar jauh. Aku hanya diam mematung, aku kaget, aku bingung, aku tak tau apa yang dapat aku perbuat. Lalu bapak bapak mencoba mengangkatnya keluar dari kolong mobil yang telah menabraknya, aku lemas meliat keadaannya...

Lalu terdengar langkah sandal jepit tergopoh gopoh mendekat, sentakkannya membuat jantung ini berdegup amat kencangnya. Sandal itu milik sang ibunda yang tadi menampar anak itu. Ia menjerit, menyerbu, kalap seperti kerasukan, lalu bersimpuh menangis dengan kerasnya di hadapan anak itu dan memohon mohon agar pengendara ada yang memberikan tumpangan anaknya ke rumah sakit.

Aku tetap terdiam mematung, rasanya detik detik di lampu merah ini tak mau mempercepat dirinya. Ia mungkin ingin ikut menonton kejadian ini. Lamunanku buyar, ketika klakson mobil mulai bersahut sahutan, aku pun berlari kearah mobilku, dan masih setengah sadar, aku mengemudikan mobilku.

Lalu tak terasa air mata ini menetes, hati ini kelu meliahat semua ini, lalu aku berfikir apa jadinya jika aku hidup menjadi mereka. Terbersitlah sebuah kenyataan yang menohok hati, mungkin jika aku menjadi mereka, aku tak bisa hidup, mungkin aku malah akan bunuh diri, mati karena tak sanggup pikul kerasnya hidup. Karena selama ini aku hanya bisa mengandalkan uang yang diberikan oleh orangtuaku, aku seorang peminta minta, lalu apa bedanya aku dengan dia? Aku sama sama menjijikkan dan yang lebih lagi aku tak tau malu, karena selalu meminta. Sisi yang berbeda dari aku dan anak 7 tahun itu adalah, aku meminta minta ke orang tuaku sedangkan ia meminta minta ke orang tua lain, karena orang tuanya tak sanggup memberikan dia apa-apa. Sampai kapan anak itu harus meminta minta?

Dan sekarang anak itu kecelakaan ... aku tak tahu apa yang dirasakan perempuan itu, rasa bersalah yang baru saja menghujamkan celurit tajam ke jantungnya.




Sang Penengadah
­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­

Ketika matahari belum menampakkan wajahnya
Kau biarkan matamu terbuka dari rehatnya badanmu
Lalu kau bersihkan badanmu, Kau gunakan pakaian dinasmu
Baju putih, yang tak lagi dapat dibilang putih,
Celana pendek, yang robek sana sini,
Topi partai,
Tak lupa kau siapkan peralatan andalanmu
Kain, untuk menggendong anakmu
Dan, kantong plastik bekas bungkus permen
Berangkat lah kau ke daerah pertempuran, Yang disana musuh musuhmu telah bersiap juga
Dengan alat sepertimu,
mereka siap menyerbu mobil mobil mewah yang terdiam di lampu merah
kau menengadahkan tanganmu ke jendela jendela hitam
yang tertutup rapat dengan angkuhnya,
berjam jam, tak kenal terik matahari yang membakar kulitmu
ya, itu karena ...
kau lah sang penengadah

Anike Dessa Ispridevi




Leave a Reply.